A. Pendahuluan
Globalisasi telah telah meleburkan
batas-batas kontinen di bumi ini. kehadiran globalisasi yang di ikuti oleh
kemajuan tegnologi telah menyebabkan banyak perubahan yang cukup signifikan di
berbagai penjuru dunia terutama di negara berkembang seperti di Indonesia. Kini
dengan bantuan tegnologi informasi, masyarakat diseluruh dunia dapat
berinteraksi, berkomunikasi dan memperoleh informasi antara negara dengan mudah
melalui internet dan televisi.
Dalam fenomena kemunculan komunitas
penggemar budaya korea (halyu) ini dapat dikaitkan dengan fenomena lifestyle
atau gaya hidup. Banyak dari remaja yang karena saking mengagumi artis-artis
korea, mereka rela meronggoh saku yang tidak sedikit untuk membeli
barang-barang yang berhubungan dengan korea mulai dari produk-produk
elektronik, alat make-up, restoran
makanan khas Korea, komik, kaset CD atau DVD, pakaian dan berbagai asesoris
(fashion) bahkan festival budaya Korea menjadi incaran. Mereka berusaha untuk
menunjukkan identitas ke-Korea-an mereka lewat produk-produk yang mereka
gunakan.
Tidak bisa dipungkiri, saat ini tengah
berlangsung Korean Wave. Hal ini mengacu pada popularitas tayangan hiburan
Korea Selatan yang meningkat secara signifikan di seluruh dunia tak terkecuali
di Indonesia. Meluasnya Korean Wave ini tidak bisa dilepaskan dari peran media
massa yang secara sadar maupun tidak telah membantu terjadinya aliran budaya
ini. Bisa dikatakan bahwa karena media massa-lah Korean Wave dapat memasuki
semua sudut negara-negara Asia tak terkecuali Amerika dan Eropa.
Korean
Wave mampu mempengaruhi pola hidup dan cara
berpikir masyarakat yang dipengaruhi. Hal ini lah yang disadari pemerintah
Korea, bahwa dengan merebaknya Korean
Wave, akan membuka jalan bagi kemajuan ekonomi Korea. Pemerintah Korea
menyadari betul potensi Korean Wave
sehingga rela mengucurkan dana untuk membiayai produksi hiburan mulai dari
film, sinetron hingga musik.
Selain itu, secara tidak langsung hal
ini tentunya dapat meningkatkan citra nasional Korea. Penyebaran pengaruh Korean Wave bukan hanya meningkatkan
peluang untuk melaksanakan pertukaran budaya, meningkatkan interaksi budaya
tetapi juga menjadi sarana untuk melegalkan ideologi Korea agar mudah diterima
dunia Internasional.
Ideologi merupakan sekumpulan ide-ide
yang menyusun sebuah kelompok nyata, sebuah representasi dari sistem atau
sebuah makna dari kode yang memerintah bagaimana individu dan kelompok melihat
dunia (Littlejohn,2009:469).
Di sepanjang jalan dan pusat
perbelanjaan dapat dengan mudah kita temui pengaruh Korean Wave. Di tambah lagi dengan serbuan informasi yang mengalir
deras via internet dan televisi, wajar saja bila demam korea melanda remaja.
Bahkan beberapa dari remaja tidak malu lagi untuk menjadikan gaya hidup korea
sebagai lifestyle seharian dan
membentuk komunitas untuk mewadahi para penggemar yang menyukai budaya populer
korea.
B. Gaya
Hidup dan Efek Media Massa
Kehidupan masyarakat di awal abad ke-21
diwarnai dengan beragam cara manusia menerima dan menggunakan teknologi. Salah
satu bentuk teknologi yang mewarnai kehidupan manusia di masa sekarang adalah
bentuk-bentuk beragam alat yang dapat menjaring komunikasi antarmanusia di
seluruh dunia yaitu media massa.
Kehadiran media massa sangat erat
kaitannya dengan penyebaran budaya, karena melalui media massa lah orang-orang
kreatif punya tempat yang tepat. Media massa dapat memperkaya masyarakat dengan
menyebarkan karya kreatif dari manusia seperti karya sastra, musik, dan film.
(Vivian,2008:505).
Budaya pop yang diproduksi secara massa
untuk pasar massa dan dipublikasikan melalui media massa yang di dalamnya
bersembunyi kepentingan-kepentingan kaum kapitalis maupun pemerintah disebut
budaya massa. Pertumbuhan budaya ini berarti memberi ruang yang makin sempit
bagi segala jenis kebudayaan yang tidak dapat menghasilkan uang, yang tidak
dapat diproduksi secara massa (Strinati,2007:12).
Media massa mempunyai peranan penting
dalam menyosialisasikan nilai-nilai tertentu dalam masyarakat. Hal ini tampak
dalam salah satu fungsi yang dijalankan media massa, yaitu fungsi transmisi,
dimana media massa digunakan sebagai alat untuk mengirim warisan sosial seperti
budaya. Melalui fungsi transmisi, media dapat mewariskan norma dan nilai
tertentu dari suatu masyarakat ke masyarakat lain.
Menurut Dominick, sebagai konsekuensi
dari fungsi transmisi ini, media massa mempunyai kemampuan untuk menjalankan
peran ideologis dengan menampilkan nilai-nilai tertentu sehingga menjadi nilai
yang dominan. Fungsi ini dikenal sebagai fungsi sosialisasi yang merujuk pada
cara orang mengdopsi perilaku dan nilai dari sebuah kelompok (Setiowati,
2008:537).
Setiap manusia itu unik, maka gaya hidup
mereka pun unik. Gaya hidup dipahami sebagai tata cara hidup yang mencerminkan
nilai dan sikap dari seseorang. Gaya hidup merupakan adaptasi aktif individu
terhadap kondisi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk menyatu dan
bersosialisasi dengan orang lain. Cara berpakaian, konsumsi makanan, cara
kerja, dan bagaimana individu mengisi kesehariannya merupakan unsur-unsur yang
membentuk gaya hidup.
Ketika suatu gaya hidup menyebar kepada
banyak orang dan menjadi mode yang diikuti, pemahaman terhadap gaya hidup
sebagai satu keunikan tidak memadai lagi digunakan. Gaya hidup bukan lagi
semata tata cara atau kebiasaan pribadi dan unik dari individu , tetapi menjadi
sesuatu yang populer diadopsi oleh sekelompok orang. Sifat unik tak lagi
dipertahankan. Istilah gaya hidup, baik dari sudut pandang individual maupun
kolektif mengandung pengertian bahwa gaya hidup mencakup sekumpulan kebiasaan,
pandangan, dan pola respons terhadap hidup, serta terutama perlengkapan untuk
hidup (Hujatnikajennong, 2006:38-39)
Gaya hidup tentu tidak lepas dari
konsumerisme. Dengan menjalankan gaya hidup, berarti kita telah mengkonsumsi
produk-produk yang menunjang gaya hidup atau sering disebut gaya hidup
konsumeristis. Baudrillard mengembangkan dan menyimpulkan pemikiran Galbraith
bahwa sistem kebutuhan adalah hasil dari sistem produksi. Inilah yang disebut
jalur terbalik dimana pihak pemilik modal (kapitalis) mengendalikan perilaku
pasar, memandu, dan memberi model akan sikap sosial serta kebutuhan (Ferica, 2006:3).
Peran media massa dalam hal ini tentu
sangat besar sebagai Transmission of
Values atau penyebaran nilai-nilai, dalam hal ini penyebaran nilai-nilai
yang ada pada tayangan-tayangan Korea yang kemudian diadopsi oleh khalayak
penggemar. Hal ini juga sejalan dengan teori difusi inovasi yang diutamakan bagi negara berkembang seperti Indonesia.
Difusi berkaitan erat dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru dimana
difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran
tertentu dalam jangka waktu tertentu diantara para anggota-anggota suatu sistem
sosial, dalam hal ini komunitas penggemar tayangan Korea atau dikenal dengan
sebutan Korea Lovers.
C. Interaksi
dan interkoneksi dalam islam
Pada QS. Al Isra’: 70 (yang
artinya)
“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan.” (QS. Al
Isra’: 70)
Dari ayat di atas dapat
kita ambil kesimpulan bahwa syari’at Al Quran bukan hanya mengatur kehidupan
dan berbagai hal yang di luar diri kita, bahkan syari’at Al Quran juga mengatur
segala hal yang berkaitan dengan diri kita, dimulai dari makanan, penampilan,
perilaku, dan lain-lain. Ini semua bertujuan agar umat Islam menjadi insan dan
mahluk yang paling bermutu dibanding dengan insan dan mahluk lainnya.
Al Qur’an telah mengingatkan dan
mengikrarkan bahwa manusia telah mendapatkan karunia dari Allah Ta’ala, berupa
dijadikannya mereka sebagai mahluk yang paling mulia dibanding mahluk lainnya.
Oleh karena itu sudah sepantasnyalah bila mereka menjaga keutuhan martabatnya.
Namun walaupun demikian manusia tidaklah boleh terlalu berlebih-lebihan dalam
bergaul apalagi mengikuti hal-hal yang di melanggar norma agama.
Demam Korean style (K-Pop)
merupakan bahaya laten bagi umat Islam. Hal ini disebabkan Korean style, selain
mencemari tradisi budaya Indonesia yang terkenal santun, juga merusak
sendi-sendi akhlak dan mendonstruksi prinsip-prinsip dalam Agama.
Korean style sebagai produk
globalisasi dalam bidang Fun atau hiburan, telah mengikis akhlak umat Islam.
Kehidupan borjuistis ala musik K-Pop, semangat hidonis dan matrealistis
dalam alur cerita sinetronnya, serta pakian minim dalam model busananya,
menggeser polapikir para penikmatnya. Hal itu kemudian menjadi gelombang trend besar-besaran seluruh masyarakat.
Tengok saja remaja muslim sekarang,
dari penampilan sampai mindset, pelan
tapi pasti telah berubah ala Korean style.
Seolah tersihir dengan performance artis Korea, setiap hal baru yang datang
dari mereka dianggap positif dan selalu diup -date. Bahkan Minuman Wine (bir) beras khas Korea yang
jelas-jelas haram, dikatakan baik dan menyehatkan meski agak memabukkan.
Jika dikaji dalam perspektif hukum
Islam, gelombang Korean Style tidak
saja bisa mengikis akhlak umat Islam, tapi juga akan mendekonstruksi keimanan.
Hal ini disebabkan karena adanya tasabbuh
(meniru-niru) dengan menjadikannya sebagai artis idola, padahal semua
tindak-tanduk, kepribadian dan perilaku sehari-harinya menyebabkan seorang
muslim menjadi munafik atau keluar dari akhlak Islam.
Sebuah peringatan keras dalam
al-Qur’an bagi mereka yang menjadikan idola selain orang Islam akan dibangsakan
sebagai orang munafik. Firman Allah An Nisaa Ayat 138-140:
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.”
Menurut Ibn Katsir dalam tafsirnya,
yang dimaksud dengan lafadz “auliya’” itu bermakna penolong, kekasih, teman
akrab, pemimpin dan idola. Adanya rasa simpatik dan empatik dalam hati karena
menjadikan penolong, kekasih, teman akrab, pemimpin dan idola ghairul muslim,
bisa menyebabkan lunturnya iman seseorang dan bisa mengkonversi dari mukmin
menjadi munafiq.
Kelompok munafik adalah
sejelek-jeleknya umat. Mereka lebih hina daripada orang kafir. Siksaan bagi
munafikin-pun lebih pedih, bahkan mereka ditaruh di dasar neraka (inna
al-munaafiqina fi al-darki al-asfal mi al-naar).
Oleh karenanya dalam QS. an-Nisaa’
144, Allah melarang orang-orang beriman untuk mengidolakan orang-orang kafir.
Karena hal itu sama saja dengan mengundang kemurkaan Allah yang siap dengan
siksaan-Nya. Firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu).” (QS: Al-Nisaa’. 144).
D. Kesimpulan
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu).” (QS: Al-Nisaa’. 144).
D. Kesimpulan
Dapat disimpulkan dua hal yaitu:
1. Pada
kasus penyebaran budaya pop Korea di Indonesia, terjadi hegemoni dalam hal
selera dimana pemilihan tayangan hiburannya lebih dominan pada Korea, sehingga
terjadi homogenisasi selera akan segala sesuatu yang bernuansa Korea. Hegemoni
selera terhadap penggemar budaya pop Korea pada segala sesuatu yang bernuansa
Korea ternyata juga mempunyai tingkatan pada tiap subjek. Interpretasi teks
yang diperoleh melalui media tergantung dari latar belakang mereka sehingga
bisa membedakan cara mereka memroses pesan yang diterimanya. Tiap subjek
memiliki tingkatan yang berbeda dalam mengadopsi budaya pop Korea. Di sini
terjadi pemilahan mana yang cocok dan mana yang tidak untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari- hari. Biasanya, dalam sebuah fandom penggemar Korea, hal yang paling menonjol dari mereka adalah
terpengaruhnya gaya berbicara mereka
karena keseringan menonton tayangan Korea. Selain itu pemilihan produk juga
mempengaruhi. Keenam subjek merasa, ia kini menjadikan produk Korea di pasaran
sebagai barang incaran untuk mengikuti mode para artis Korea. Fashion Korea juga banyak berpengaruh
terhadap selera para penggemar budaya pop Korea. Mereka memiliki keinginan
untuk mengikuti gaya berbusana Korea yang mereka anggap keren dan unik.
2. Pengaruh
sosialisasi keluarga dan lingkungan cukup kuat pada diri subjek, dengan aneka
norma dan nilai budaya lokal yang melekat dalam praktek sosial sehari-hari,
memengaruhi tingkat dominasi budaya pop korea terhadap diri subjek. Dalam
pembentukan identitas, dominant reader
adalah orang yang amat terobsesi pada Korea. Dalam kasus ini, ada dua subjek
yang digolongkan sebagai dominant reader.
Tingkat hegemoni media para subjek ini amat tinggi. Dalam pembentukan
pribadinya, narasumber merasakan identitas Ke-Korea-an mereka sebagai sesuatu
yang ekslusif, subjek melakukan avowal sebagai seseorang yang sangat Korea dan
tidak memperdulikan description orang
lain terhadap dirinya. Mereka juga adalah tipe orang yang hanya nyaman bergaul
dengan sesama penggemar Korea. Jadi, bila ia menemukan orang di sekitarnya yang
tidak menyukai Korea, maka ia akan meninggalkannya. Sementara empat subjek
lainnya masuk dalam klasifikasi negotiated
reader. Mereka adalah orang-orang yang mengkondisikan penerimaan
nilai-nilai budaya pop Korea dengan lingkungan sekitarnya. Jadi, mereka tidak
serta merta menerima secara keseluruhna budaya pop Korea. Ini menunjukkan bahwa
pengaruh budaya pop Korea yang disebarkan melalui media berbeda pada tiap
individu. Jadi jelas bahwa media di sini bukan faktor penentu utama dalam
menentukan sikap khalayak media yang aktif. Banyak pertimbangan-pertimbangan
yang menjadi hambatan bagi media untuk memengaruhi keinginan khalayak.
3. Ternyata
virus gelombang Korean style bukan
permasalahan sepele, sebatas gandrung menikmati musik dan sinetronya semata.
Disamping produk hegemoni Barat, lebih dari itu, gelombang Korean style telah membawah problem yang serius
bagi umat Islam, problem yang menyebabkan dekadensi akhlak dan dekonstruksi
aqidah alias rusaknya akidah. Karenanya,
segenap kaum Muslimin, mari kita rapatkan barisan, guna membentengi umat dari
serangan virus yang lahir dari globalisasi-modernisasi. Yang tanpa sadar,
keberedaannya dapat menghapus nilai-nilai ajaran agama. Serta memalingkan
pengikutnya dan tidak akan kembali.
D. Saran
Bagaimana media dengan kekuatannya
menyebarkan budaya pop Korea dan menarik banyak peminat di berbagai belahan
dunia. Bertitik tolak dari pembahasan
ini, maka ada beberapa poin yang bisa dijadikan saran atau setidaknya bahan
pertimbangan:
- Sebagai khalayak media, kita sebaiknya harus melek media dan tidak serta merta menganggap segala yang ditawarkan media itu bersifat positif buat kita. Perlu adanya pertimbangan-pertimbangan terhadap setiap program yang kita saksikan melalui media massa untuk menghindarkan diri kita agar tidak terjebak dengan kebutuhan-kebutuhan palsu yang diciptakan kapitalis dan disebarkan melalui media massa
- Perlu adanya suatu kebijakan dan upaya dari pemerintah untuk menambah anggaran di bidang pendidikan kebudayaan agar generasi-generasi bangsa menjadi bangga terhadap budayanya sendiri. Saat ini banyak anak muda di Indonesia yang tidak terlalu mengenal budayanya sendiri dikarenakan pemerintah kurang perhatian dalam mengembangkannya. Pendidikan kebudayaan hanya dijadikan ekstra kurikuler dan bukan merupakan suatu kewajiban. Hal ini menyebabkan banyak diantara kita yang tidak lagi memahami budaya local.
- Perlunya pembentengan untuk para remaja dalam segi memperkuat ilmu agama agar tidak dapat terpengaruh oleh berbagai budaya dari luar yang tidak sesuai dengan syariat agama.
Refrensi
Ferica, Imy.2006.Konsumsi Media Sebagai Gaya Hidup: Dominasi
Sistem Tanda dalam Konsumsi Buku Impor Kaum Urban Jakarta.
Hujatnikajennong, Agung dkk.2006. Resistensi Gaya Hidup:Teori dan Realitas.Yogyakarta:Jalasutra
Littlejohn, Stephen W_____2009.Teori Komunikasi.Jakarta:Salemba
Humanika
Strinati, Dominic.2007.Popular Culture:Pengantar Menuju Teori
Budaya Populer. Yogyakarta: Jejak
Setiowati, Endang.2008.Imperialisme Budaya dan Pembentukan
Identitas: Kajian Terhadap Fanatisme Remaja Pada Budaya Pop Jepang.Jurnal
Komunikasi Universitas Indonesia. Volume VII, Nomor 3,September-Desember.
Vivian,
John.2008.Teori Komunikasi Massa.Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Untuk memperbaiki dan mengembangkan blog ini menjadi lebih baik, mari bersama - sama kita bangun, caranya? Apabila kamu menemukan link yang mati/sudah tidak berfungsi atau gambar yang sudah tidak muncul/expire, silahkan hubungi kami disini. Laporan anda sangat berpengaruh pada perkembangan blog ini.Tanks atas perhatiannya
GET UPDATE VIA EMAIL
Dapatkan kiriman artikel yang terbaru
Dari Kami langsung ke email anda!
Dari Kami langsung ke email anda!
1 komentar:
Bagi bangsa Indonesia, budaya Korea & budaya Islam kan sama2 budaya asing yg diimpor dari luar.
http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/30/budaya-yang-paling-indonesia-359956.html
Jadi, tak usahlah penganut budaya asing yg satu menjelek2kan budaya asing yg lain..
Posting Komentar