Kompetisi Blog Pesona Sumatera Selatan
Anda disini » Home » Gaya Hidup dan Efek Media Massa

Gaya Hidup dan Efek Media Massa

By Ismerisa_Elzahiera | Jumat, 01 Maret 2013

Sebelum Membaca, Ayo Berbagi :

A.    Pendahuluan
Globalisasi telah telah meleburkan batas-batas kontinen di bumi ini. kehadiran globalisasi yang di ikuti oleh kemajuan tegnologi telah menyebabkan banyak perubahan yang cukup signifikan di berbagai penjuru dunia terutama di negara berkembang seperti di Indonesia. Kini dengan bantuan tegnologi informasi, masyarakat diseluruh dunia dapat berinteraksi, berkomunikasi dan memperoleh informasi antara negara dengan mudah melalui internet dan televisi.
Dalam fenomena kemunculan komunitas penggemar budaya korea (halyu) ini dapat dikaitkan dengan fenomena lifestyle atau gaya hidup. Banyak dari remaja yang karena saking mengagumi artis-artis korea, mereka rela meronggoh saku yang tidak sedikit untuk membeli barang-barang yang berhubungan dengan korea mulai dari produk-produk elektronik, alat make-up, restoran makanan khas Korea, komik, kaset CD atau DVD, pakaian dan berbagai asesoris (fashion) bahkan festival budaya Korea menjadi incaran. Mereka berusaha untuk menunjukkan identitas ke-Korea-an mereka lewat produk-produk yang mereka gunakan.
Tidak bisa dipungkiri, saat ini tengah berlangsung Korean Wave. Hal ini mengacu pada popularitas tayangan hiburan Korea Selatan yang meningkat secara signifikan di seluruh dunia tak terkecuali di Indonesia. Meluasnya Korean Wave ini tidak bisa dilepaskan dari peran media massa yang secara sadar maupun tidak telah membantu terjadinya aliran budaya ini. Bisa dikatakan bahwa karena media massa-lah Korean Wave dapat memasuki semua sudut negara-negara Asia tak terkecuali Amerika dan Eropa.
Korean Wave mampu mempengaruhi pola hidup dan cara berpikir masyarakat yang dipengaruhi. Hal ini lah yang disadari pemerintah Korea, bahwa dengan merebaknya Korean Wave, akan membuka jalan bagi kemajuan ekonomi Korea. Pemerintah Korea menyadari betul potensi Korean Wave sehingga rela mengucurkan dana untuk membiayai produksi hiburan mulai dari film, sinetron hingga musik.
Selain itu, secara tidak langsung hal ini tentunya dapat meningkatkan citra nasional Korea. Penyebaran pengaruh Korean Wave bukan hanya meningkatkan peluang untuk melaksanakan pertukaran budaya, meningkatkan interaksi budaya tetapi juga menjadi sarana untuk melegalkan ideologi Korea agar mudah diterima dunia Internasional.
Ideologi merupakan sekumpulan ide-ide yang menyusun sebuah kelompok nyata, sebuah representasi dari sistem atau sebuah makna dari kode yang memerintah bagaimana individu dan kelompok melihat dunia (Littlejohn,2009:469).
Di sepanjang jalan dan pusat perbelanjaan dapat dengan mudah kita temui pengaruh Korean Wave. Di tambah lagi dengan serbuan informasi yang mengalir deras via internet dan televisi, wajar saja bila demam korea melanda remaja. Bahkan beberapa dari remaja tidak malu lagi untuk menjadikan gaya hidup korea sebagai lifestyle seharian dan membentuk komunitas untuk mewadahi para penggemar yang menyukai budaya populer korea.


B.     Gaya Hidup dan Efek Media Massa

Kehidupan masyarakat di awal abad ke-21 diwarnai dengan beragam cara manusia menerima dan menggunakan teknologi. Salah satu bentuk teknologi yang mewarnai kehidupan manusia di masa sekarang adalah bentuk-bentuk beragam alat yang dapat menjaring komunikasi antarmanusia di seluruh dunia yaitu media massa.
Kehadiran media massa sangat erat kaitannya dengan penyebaran budaya, karena melalui media massa lah orang-orang kreatif punya tempat yang tepat. Media massa dapat memperkaya masyarakat dengan menyebarkan karya kreatif dari manusia seperti karya sastra, musik, dan film. (Vivian,2008:505).
Budaya pop yang diproduksi secara massa untuk pasar massa dan dipublikasikan melalui media massa yang di dalamnya bersembunyi kepentingan-kepentingan kaum kapitalis maupun pemerintah disebut budaya massa. Pertumbuhan budaya ini berarti memberi ruang yang makin sempit bagi segala jenis kebudayaan yang tidak dapat menghasilkan uang, yang tidak dapat diproduksi secara massa (Strinati,2007:12).
Media massa mempunyai peranan penting dalam menyosialisasikan nilai-nilai tertentu dalam masyarakat. Hal ini tampak dalam salah satu fungsi yang dijalankan media massa, yaitu fungsi transmisi, dimana media massa digunakan sebagai alat untuk mengirim warisan sosial seperti budaya. Melalui fungsi transmisi, media dapat mewariskan norma dan nilai tertentu dari suatu masyarakat ke masyarakat lain.
Menurut Dominick, sebagai konsekuensi dari fungsi transmisi ini, media massa mempunyai kemampuan untuk menjalankan peran ideologis dengan menampilkan nilai-nilai tertentu sehingga menjadi nilai yang dominan. Fungsi ini dikenal sebagai fungsi sosialisasi yang merujuk pada cara orang mengdopsi perilaku dan nilai dari sebuah kelompok (Setiowati, 2008:537).

Setiap manusia itu unik, maka gaya hidup mereka pun unik. Gaya hidup dipahami sebagai tata cara hidup yang mencerminkan nilai dan sikap dari seseorang. Gaya hidup merupakan adaptasi aktif individu terhadap kondisi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk menyatu dan bersosialisasi dengan orang lain. Cara berpakaian, konsumsi makanan, cara kerja, dan bagaimana individu mengisi kesehariannya merupakan unsur-unsur yang membentuk gaya hidup.
Ketika suatu gaya hidup menyebar kepada banyak orang dan menjadi mode yang diikuti, pemahaman terhadap gaya hidup sebagai satu keunikan tidak memadai lagi digunakan. Gaya hidup bukan lagi semata tata cara atau kebiasaan pribadi dan unik dari individu , tetapi menjadi sesuatu yang populer diadopsi oleh sekelompok orang. Sifat unik tak lagi dipertahankan. Istilah gaya hidup, baik dari sudut pandang individual maupun kolektif mengandung pengertian bahwa gaya hidup mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan, dan pola respons terhadap hidup, serta terutama perlengkapan untuk hidup (Hujatnikajennong, 2006:38-39)
Gaya hidup tentu tidak lepas dari konsumerisme. Dengan menjalankan gaya hidup, berarti kita telah mengkonsumsi produk-produk yang menunjang gaya hidup atau sering disebut gaya hidup konsumeristis. Baudrillard mengembangkan dan menyimpulkan pemikiran Galbraith bahwa sistem kebutuhan adalah hasil dari sistem produksi. Inilah yang disebut jalur terbalik dimana pihak pemilik modal (kapitalis) mengendalikan perilaku pasar, memandu, dan memberi model akan sikap sosial serta kebutuhan (Ferica, 2006:3).
Peran media massa dalam hal ini tentu sangat besar sebagai Transmission of Values atau penyebaran nilai-nilai, dalam hal ini penyebaran nilai-nilai yang ada pada tayangan-tayangan Korea yang kemudian diadopsi oleh khalayak penggemar. Hal ini juga sejalan dengan teori difusi inovasi yang diutamakan bagi negara berkembang seperti Indonesia. Difusi berkaitan erat dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru dimana difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu diantara para anggota-anggota suatu sistem sosial, dalam hal ini komunitas penggemar tayangan Korea atau dikenal dengan sebutan Korea Lovers.

C.     Interaksi dan interkoneksi dalam islam
Pada  QS. Al Isra’: 70 (yang artinya)


“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al Isra’: 70)
Dari ayat di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa syari’at Al Quran bukan hanya mengatur kehidupan dan berbagai hal yang di luar diri kita, bahkan syari’at Al Quran juga mengatur segala hal yang berkaitan dengan diri kita, dimulai dari makanan, penampilan, perilaku, dan lain-lain. Ini semua bertujuan agar umat Islam menjadi insan dan mahluk yang paling bermutu dibanding dengan insan dan mahluk lainnya.
Al Qur’an telah mengingatkan dan mengikrarkan bahwa manusia telah mendapatkan karunia dari Allah Ta’ala, berupa dijadikannya mereka sebagai mahluk yang paling mulia dibanding mahluk lainnya. Oleh karena itu sudah sepantasnyalah bila mereka menjaga keutuhan martabatnya. Namun walaupun demikian manusia tidaklah boleh terlalu berlebih-lebihan dalam bergaul apalagi mengikuti hal-hal yang di melanggar norma agama.
Demam Korean style (K-Pop) merupakan bahaya laten bagi umat Islam. Hal ini disebabkan Korean style, selain mencemari tradisi budaya Indonesia yang terkenal santun, juga merusak sendi-sendi akhlak dan mendonstruksi prinsip-prinsip dalam Agama.
Korean style sebagai produk globalisasi dalam bidang Fun atau hiburan, telah mengikis akhlak umat Islam. Kehidupan borjuistis ala musik K-Pop, semangat hidonis dan matrealistis dalam alur cerita sinetronnya, serta pakian minim dalam model busananya, menggeser polapikir para penikmatnya. Hal itu kemudian menjadi gelombang trend besar-besaran seluruh masyarakat.
Tengok saja remaja muslim sekarang, dari penampilan sampai mindset, pelan tapi pasti telah berubah ala Korean style. Seolah tersihir dengan performance artis Korea, setiap hal baru yang datang dari mereka dianggap positif dan selalu diup -date. Bahkan Minuman Wine (bir) beras khas Korea yang jelas-jelas haram, dikatakan baik dan menyehatkan meski agak memabukkan.
Jika dikaji dalam perspektif hukum Islam, gelombang Korean Style tidak saja bisa mengikis akhlak umat Islam, tapi juga akan mendekonstruksi keimanan. Hal ini disebabkan karena adanya tasabbuh (meniru-niru) dengan menjadikannya sebagai artis idola, padahal semua tindak-tanduk, kepribadian dan perilaku sehari-harinya menyebabkan seorang muslim menjadi munafik atau keluar dari akhlak Islam.
Sebuah peringatan keras dalam al-Qur’an bagi mereka yang menjadikan idola selain orang Islam akan dibangsakan sebagai orang munafik. Firman Allah An Nisaa Ayat 138-140:

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.”
Menurut Ibn Katsir dalam tafsirnya, yang dimaksud dengan lafadz “auliya’” itu bermakna penolong, kekasih, teman akrab, pemimpin dan idola. Adanya rasa simpatik dan empatik dalam hati karena menjadikan penolong, kekasih, teman akrab, pemimpin dan idola ghairul muslim, bisa menyebabkan lunturnya iman seseorang dan bisa mengkonversi dari mukmin menjadi munafiq.
Kelompok munafik adalah sejelek-jeleknya umat. Mereka lebih hina daripada orang kafir. Siksaan bagi munafikin-pun lebih pedih, bahkan mereka ditaruh di dasar neraka (inna al-munaafiqina fi al-darki al-asfal mi al-naar).
Oleh karenanya dalam QS. an-Nisaa’ 144, Allah melarang orang-orang beriman untuk mengidolakan orang-orang kafir. Karena hal itu sama saja dengan mengundang kemurkaan Allah yang siap dengan siksaan-Nya. Firman Allah:


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu).” (QS: Al-Nisaa’. 144).

D. Kesimpulan
Dapat disimpulkan dua hal yaitu:
1.      Pada kasus penyebaran budaya pop Korea di Indonesia, terjadi hegemoni dalam hal selera dimana pemilihan tayangan hiburannya lebih dominan pada Korea, sehingga terjadi homogenisasi selera akan segala sesuatu yang bernuansa Korea. Hegemoni selera terhadap penggemar budaya pop Korea pada segala sesuatu yang bernuansa Korea ternyata juga mempunyai tingkatan pada tiap subjek. Interpretasi teks yang diperoleh melalui media tergantung dari latar belakang mereka sehingga bisa membedakan cara mereka memroses pesan yang diterimanya. Tiap subjek memiliki tingkatan yang berbeda dalam mengadopsi budaya pop Korea. Di sini terjadi pemilahan mana yang cocok dan mana yang tidak untuk diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Biasanya, dalam sebuah fandom penggemar Korea, hal yang paling menonjol dari mereka adalah terpengaruhnya  gaya berbicara mereka karena keseringan menonton tayangan Korea. Selain itu pemilihan produk juga mempengaruhi. Keenam subjek merasa, ia kini menjadikan produk Korea di pasaran sebagai barang incaran untuk mengikuti mode para artis Korea. Fashion Korea juga banyak berpengaruh terhadap selera para penggemar budaya pop Korea. Mereka memiliki keinginan untuk mengikuti gaya berbusana Korea yang mereka anggap keren dan unik.
2.      Pengaruh sosialisasi keluarga dan lingkungan cukup kuat pada diri subjek, dengan aneka norma dan nilai budaya lokal yang melekat dalam praktek sosial sehari-hari, memengaruhi tingkat dominasi budaya pop korea terhadap diri subjek. Dalam pembentukan identitas, dominant reader adalah orang yang amat terobsesi pada Korea. Dalam kasus ini, ada dua subjek yang digolongkan sebagai dominant reader. Tingkat hegemoni media para subjek ini amat tinggi. Dalam pembentukan pribadinya, narasumber merasakan identitas Ke-Korea-an mereka sebagai sesuatu yang ekslusif, subjek melakukan avowal sebagai seseorang yang sangat Korea dan tidak memperdulikan description orang lain terhadap dirinya. Mereka juga adalah tipe orang yang hanya nyaman bergaul dengan sesama penggemar Korea. Jadi, bila ia menemukan orang di sekitarnya yang tidak menyukai Korea, maka ia akan meninggalkannya. Sementara empat subjek lainnya masuk dalam klasifikasi negotiated reader. Mereka adalah orang-orang yang mengkondisikan penerimaan nilai-nilai budaya pop Korea dengan lingkungan sekitarnya. Jadi, mereka tidak serta merta menerima secara keseluruhna budaya pop Korea. Ini menunjukkan bahwa pengaruh budaya pop Korea yang disebarkan melalui media berbeda pada tiap individu. Jadi jelas bahwa media di sini bukan faktor penentu utama dalam menentukan sikap khalayak media yang aktif. Banyak pertimbangan-pertimbangan yang menjadi hambatan bagi media untuk memengaruhi keinginan  khalayak.
3.      Ternyata virus gelombang Korean style bukan permasalahan sepele, sebatas gandrung menikmati musik dan sinetronya semata. Disamping produk hegemoni Barat, lebih dari itu, gelombang Korean style telah membawah problem yang serius bagi umat Islam, problem yang menyebabkan dekadensi akhlak dan dekonstruksi aqidah alias rusaknya akidah. Karenanya, segenap kaum Muslimin, mari kita rapatkan barisan, guna membentengi umat dari serangan virus yang lahir dari globalisasi-modernisasi. Yang tanpa sadar, keberedaannya dapat menghapus nilai-nilai ajaran agama. Serta memalingkan pengikutnya dan tidak akan kembali.



D.    Saran
Bagaimana media dengan kekuatannya menyebarkan budaya pop Korea dan menarik banyak peminat di berbagai belahan dunia.  Bertitik tolak dari pembahasan ini, maka ada beberapa poin yang bisa dijadikan saran atau setidaknya bahan pertimbangan:
  1. Sebagai khalayak media, kita sebaiknya harus melek media dan tidak serta merta menganggap segala yang ditawarkan media itu bersifat positif buat kita. Perlu adanya pertimbangan-pertimbangan terhadap setiap program yang kita saksikan melalui media massa untuk menghindarkan diri kita agar tidak terjebak dengan kebutuhan-kebutuhan palsu yang diciptakan kapitalis dan disebarkan melalui media massa
  2. Perlu adanya suatu kebijakan dan upaya dari pemerintah untuk menambah anggaran di bidang pendidikan kebudayaan agar generasi-generasi bangsa menjadi bangga terhadap budayanya sendiri. Saat ini banyak anak muda di Indonesia yang tidak terlalu mengenal budayanya sendiri dikarenakan pemerintah kurang perhatian dalam mengembangkannya. Pendidikan kebudayaan hanya dijadikan ekstra kurikuler dan bukan merupakan suatu kewajiban. Hal ini menyebabkan banyak diantara kita yang tidak lagi memahami budaya local.
  3. Perlunya pembentengan untuk para remaja dalam segi memperkuat ilmu agama agar tidak dapat terpengaruh oleh berbagai budaya dari luar yang tidak sesuai dengan syariat agama.









Refrensi

Ferica, Imy.2006.Konsumsi Media Sebagai Gaya Hidup: Dominasi Sistem Tanda dalam Konsumsi Buku Impor Kaum Urban Jakarta.
Hujatnikajennong, Agung dkk.2006. Resistensi Gaya Hidup:Teori dan Realitas.Yogyakarta:Jalasutra
Littlejohn, Stephen W_____2009.Teori Komunikasi.Jakarta:Salemba Humanika
Strinati, Dominic.2007.Popular Culture:Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Yogyakarta: Jejak
Setiowati, Endang.2008.Imperialisme Budaya dan Pembentukan Identitas: Kajian Terhadap Fanatisme Remaja Pada Budaya Pop Jepang.Jurnal Komunikasi Universitas Indonesia. Volume VII, Nomor 3,September-Desember.
Vivian, John.2008.Teori Komunikasi Massa.Jakarta: Kencana Prenada Media Group








Attention
PLEASE ATTENTION !

Untuk memperbaiki dan mengembangkan blog ini menjadi lebih baik, mari bersama - sama kita bangun, caranya? Apabila kamu menemukan link yang mati/sudah tidak berfungsi atau gambar yang sudah tidak muncul/expire, silahkan hubungi kami disini. Laporan anda sangat berpengaruh pada perkembangan blog ini.Tanks atas perhatiannya thanks

GET UPDATE VIA EMAIL
Dapatkan kiriman artikel yang terbaru
Dari Kami langsung ke email anda!

1 komentar:

radixwp mengatakan...

Bagi bangsa Indonesia, budaya Korea & budaya Islam kan sama2 budaya asing yg diimpor dari luar.

http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/30/budaya-yang-paling-indonesia-359956.html

Jadi, tak usahlah penganut budaya asing yg satu menjelek2kan budaya asing yg lain..

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar, kritikan atau saran anda mengenai artikel di atas untuk mendapatkan backlink gratis dari Your Blog ini. Komentar yang tidak sesuai topik, SPAM, Penghinaan, dsb terpaksa akan saya hapus ! Tanks be 4,,.

 
Home | About Us |Contact Us | Advertise with Us | Free Blogger Templates | Widget | Site Maps
Copyright © 2010 - 2012. Pusat-cara.blogspot.com - All rights reserved | Proudly Powered by Blogger.com
Website Design by IDJUNAYDOTCOM | Sponsored by www.kent.prasetiyamandiri.com